Pada perlindungan lereng (slope protection), geotextile sering “bekerja di balik layar”. Ia tidak terlihat setelah batu riprap, bronjong, atau lapisan tanah vegetasi terpasang tetapi fungsinya krusial: menjaga tanah dasar tidak tergerus, memastikan air tetap bisa lewat, dan membantu tubuh lereng tetap stabil.
Tulisan ini menjelaskan bagaimana geotextile bekerja di lereng, tipe dan fungsi utamanya, prinsip desain yang perlu diperhatikan, serta praktik pemasangan yang menentukan keberhasilan di lapangan.
Apa itu geotextile dan fungsinya di lereng?
Geotextile adalah lembaran material polimer (woven atau nonwoven) yang dipakai berdampingan dengan tanah dan batuan untuk tujuan teknik sipil.
Standar ISO merangkum istilah dan fungsi geosintetik termasuk geotextile agar perancang berbicara dalam bahasa teknis yang sama.
Fungsi tipikalnya mencakup filtrasi, drainase, separasi, perkuatan, dan pengendalian erosi.
Di konteks lereng, empat fungsi pertama adalah yang paling sering dimanfaatkan.
Lembaga profesi seperti International Geosynthetics Society (IGS) menjabarkan fungsi-fungsi tadi secara operasional:
- Separasi: mencegah bercampurnya tanah halus dengan agregat kasar.
- Filtrasi: menahan butir tanah namun membiarkan air melintas.
- Drainase: mengalirkan air di dalam bidang geosintetik.
- Perkuatan: memberikan tahanan tarik untuk membantu kestabilan massa tanah.
Ringkasnya, geotextile adalah “filter cerdas” sekaligus “sekatan” dan, pada kondisi tertentu, “sabuk penguat” untuk lereng.
Mekanisme kerja utama di slope protection
1) Separasi (basis kinerja banyak detail lereng)
Di kaki atau muka lereng yang diproteksi riprap/batu, geotextile dipasang sebagai lapis pemisah di atas tanah dasar.
Ia mencegah butiran halus “naik” ke lapisan batu (pumping/migration) yang bisa memicu rongga dan amblasnya lapisan pelindung.
Manual desain WSDOT menempatkan separasi sebagai fungsi primer geotextile pada bidang transisi tanah agregat.
2) Filtrasi (retensi tanah + kelolosan air)
Geotextile berperan sebagai filter: air lolos, tanah tertahan. Dua parameter kunci:
- AOS/Equivalent Opening Size (ukuran bukaan, diuji ASTM D4751) untuk memastikan retensi butiran sesuai gradasi tanah dasar.
- Permittivity (kelolosan air tegak lurus bidang, diuji ASTM D4491) agar debit rembesan tidak “tersumbat”.
Dalam desain, prinsipnya AOS harus kompatibel dengan d85 tanah (batas butiran yang lewat 85%) dan permitivitas mencukupi kebutuhan hidrolik. Standar uji ini menjadi referensi universal untuk menyatakan kinerja filter geotextile.
3) Drainase (aliran di dalam bidang)
Pada beberapa detail misalnya geotekstil non woven tebal atau geokomposit air dapat mengalir searah bidang untuk mengurangi tekanan pori di lereng.
Kapasitasnya dinilai melalui transmissivity (ASTM D4716).
Jika debit merayap di antarmuka lereng cukup besar, fungsi drainase ini membantu mencegah piping dan pelapukan basah.
4) Perkuatan (kontribusi tarik)
Woven geotextile tertentu memiliki kekuatan tarik tinggi dan bisa memberi efek perkuatan misalnya saat stabilisasi tanah lunak di kaki lereng sehingga konstruksi riprap/bronjong tidak menekan berlebih dan memicu kelongsoran dangkal.
Dokumen desain memposisikan perkuatan sebagai fungsi tersendiri yang harus dihitung bila dijadikan tujuan.
Di mana geotextile diletakkan pada lereng?
Kasus paling umum: di bawah riprap/bronjong sebagai lapis filter–separator. Pedoman hidrolika FHWA (HEC-23) serta panduan teknis federal menegaskan bahwa semua sistem riprap perlu filter granular atau geotextile untuk mencegah hilangnya tanah dasar melalui celah batu penyebab klasik kegagalan dini.
Selain itu, pada lereng tanah terbuka (tanpa riprap) geotextile/selimut geotekstil dapat dipakai sementara untuk pengendalian erosi permukaan hingga vegetasi terbentuk dengan aturan jangkar dan key-in di puncak lereng agar aliran tidak menyusup di bawah lembaran.
Memilih jenis geotextile: woven vs nonwoven
- Nonwoven (needle-punched) umumnya lebih “ramah hidrolik” (permittivity tinggi), mudah mengikuti kontur dan batu, cocok untuk filtrasi di bawah riprap.
- Woven cenderung kuat–kaku dan efektif untuk separasi/perkuatan pada stabilisasi tanah dasar, namun perlu perhatian pada kelolosan air.
WSDOT merekap karakteristik ini dan menekankan bahwa pemilihan harus sesuai fungsi dominan pada detail yang dirancang.
AASHTO M 288 memberi kelas ketahanan (survivability) dan kategori aplikasi (drainase, separasi, stabilisasi, kontrol erosi, dll.) untuk membantu spesifikasi material—meski bukan metode desain hidrolik/struktur. Ini penting: rancangan kinerja (AOS, permittivity, kekuatan) dulu, lalu cocokkan dengan kelas M288 yang relevan.
Prinsip desain kunci (yang sering diabaikan)
1. Kecocokan filter–tanah
- Tentukan gradasi tanah dasar (mis. d85).
- Tentukan AOS geotextile (ASTM D4751) supaya menahan tanah tetapi tidak mudah menyumbat. Beberapa panduan menggunakan batas empiris antara AOS dan d85; intinya, jangan memilih bukaan terlalu besar (lolos tanah) atau terlalu kecil (clogging).
2. Kelolosan air (permittivity)
- Uji ASTM D4491 untuk memastikan aliran tegak lurus cukup besar terhadap kebutuhan debit rembesan. Ingat bahwa kompresi oleh batu dan tanah dapat mengurangi aliran aktual.
3. Aliran dalam bidang (transmissivity)
- Jika geotextile diharapkan mengalirkan air sejajar bidang (misal sebagai wick/drain tipis), gunakan ASTM D4716 untuk mengecek kapasitas pada tegangan normal dan gradien yang representatif.
4. Ketahanan dan pemasangan
- Pastikan kekuatan tarik, robek, dan tusuk (mis. ASTM D4632 untuk grab strength) memadai terhadap gaya konstruksi dan kontak batu berujung tajam. Penurunan kinerja akibat UV juga perlu diperhitungkan untuk paparan sementara.
Pemasangan yang menentukan hasil
Inti sukses di lapangan: subgrade rapi padat, lembaran rapi tanpa kerutan, sambungan saling menindih, dan ujung lembaran terjangkar.
- Key-in & penjangkaran. Banyak pedoman merekomendasikan key-in di puncak/toe lereng (parit jangkar dangkal) agar aliran tidak menyusup di bawah lembaran. Beberapa panduan riprap menyarankan penanaman kaki dan kontrol toe scour; prinsipnya sama: cegah undermining.
- Overlap/sambungan. Untuk filter di bawah riprap, praktik umum adalah tumpang tindih ≥ 300 mm (±12 inci) dan diberi pin/jangkar berkala; kerusakan lokal diperbaiki dengan lapisan tambahan yang menutupi area rusak dengan overlap serupa.
- Perlindungan saat penimbunan batu. Hindari jatuh-bebas batu besar langsung ke geotextile; lapisi awal dengan agregat lebih halus bila perlu untuk mencegah tusukan. Pedoman instansi lingkungan AS dan manual riprap menekankan hal ini untuk menghindari sobek dan piping.
Catatan: Untuk kemiringan sangat curam (mis. lebih curam dari 1.5H:1V), sebagian otoritas lokal menyarankan tidak memakai filter kain langsung di permukaan lereng karena risiko slippage pilih detail alternatif (granular filter/pengecoran khusus) atau sistem penahan mekanis. Selalu rujuk standar setempat.
Mengapa geotextile “wajib” di bawah riprap? (Gambaran hidrolik singkat)
Riprap bekerja dengan menyerap energi aliran/ombak lewat massa batu yang saling mengunci.
Namun celah antar batu memungkinkan gradien hidrolik menembus ke tanah dasar.
Tanpa filter, butiran halus “terhisap” ke rongga muncullah piping dan rongga di bawah riprap yang berujung kegagalan selimut.
Karena itu, panduan federal (HEC-23) mensyaratkan lapisan filter (granular atau geotextile) pada semua detail riprap yang memproteksi tebing/lereng dan abutmen.
Contoh alur perancangan praktis
1. Karakterisasi tanah dasar (uji saringan, Atterberg limits bila perlu) → peroleh d85/d15.
2. Tetapkan fungsi dominan: di bawah riprap biasanya filtrasi + separasi; jika dibutuhkan pengaliran, tambahkan drainase.
3. Tentukan kriteria filter: pilih AOS yang kompatibel (uji ASTM D4751) dan permittivitas memadai (ASTM D4491).
4. Cek ketahanan dan kelas survivability sesuai kondisi lapangan (AASHTO M288) agar pemasangan/layanan tidak merusak geotextile.
5. Detail pemasangan: key-in, overlap, pola jangkar, urutan penimbunan dan pelapisan batu.
6. Pengawasan mutu di lapangan: hindari kerutan, perbaiki sobek dengan tambalan overlap, dan dokumentasikan hasil uji material.
Ringkasan
Geotextile bekerja efektif pada perlindungan lereng karena ia memisahkan material, menyaring rembesan agar tanah tetap tertahan, mengalirkan air bila dibutuhkan, dan dalam kondisi tertentu ikut memperkuat tubuh lereng.
Kinerja nyata di lapangan sangat ditentukan oleh kecocokan AOS gradasi tanah, kapasitas aliran (permittivity/transmissivity), ketahanan mekanis, serta detail pemasangan yang disiplin (key-in, overlap, perlindungan saat pelapisan batu).
Memadukan prinsip tersebut dengan spesifikasi (mis. AASHTO M288) dan pedoman resmi (WSDOT/FHWA) membantu memastikan lereng bertahan lama—bukan hanya di musim kemarau, tetapi juga saat debit puncak datang.
Referensi Terbuka (terpilih)
- WSDOT Design Manual Ch.630 Geosynthetics (rev. Sep 2024): fungsi & jenis geosintetik, aplikasinya.
- ISO 10318-1:2015 (dan Amd.1:2018): terminologi & fungsi geosintetik.
- IGS, Geosynthetic Functions (leaflet edukatif): definisi separasi/filtrasi/drainase.
- ASTM D4751 (AOS), D4491 (permittivitas), D4716 (transmissivity), D4632 (grab strength)—ringkasan & naskah uji.
- AASHTO M 288-21: klasifikasi aplikasi & survivability (bukan metode desain).
- FHWA HEC-23 & pedoman federal terkait riprap: kebutuhan lapis filter di bawah riprap.
- CASQA EC-7 (Geotextiles & Mats): praktik jangkar & key-in untuk selimut lereng.
- Panduan instalasi/operasional terkait overlap/perbaikan saat pemasangan riprap.